Beranda PSPK Jilid X, Kemerdekaan Guru: Dari Wajib Belajar Menjadi Gemar Belajar

Jakarta, 30 November 2017. Pusat Studi Pendidikan dan Kebijakan (PSPK) bersama Badan Penelitian dan Pengembangan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan RI (Balitbang Kemdikbud RI), Forum Riset Pendidikan (FORDIK), dan Kampus Guru Cikal (KGC)  mengadakan sebuah diskusi publik melalui Beranda PSPK Jilid X bertajuk “Kemerdekaan Guru: Dari Wajib Belajar Menjadi Gemar Belajar” dengan sejumlah narasumber yang terdiri dari beberapa elemen baik organisasi, pemangku kebijakan, maupun guru sebagai aktor yang berperan secara langsung dalam topik diskusi kali ini saling memberikan perspektifnya masing-masing mengenai kemerdekaan guru.

Melalui moderator Dr. Iwan Syahril, Ph. D., dosen Fakultas Pendidikan Sampoerna University yang juga merupakan salah satu peneliti PSPK, topik beserta sejumlah aspek di dalamnya dikaji secara dinamis baik melalui perspektif dari para narasumber maupun dari tanggapan sejumlah peserta yang merupakan perwakilan sejumlah elemen, seperti guru, pengawas, kepala sekolah, peneliti, pemangku kebijakan, serta organisasi terkait.

Diskusi diawali dengan pemaparan konsep terkait kemerdekaan guru baik dari perspektif pendekatan teori, praktik baik, serta regulasi kebijakan terkait. Itje Chodidjah, salah seorang peneliti PSPK memaparkan pentingnya proses refleksi dalam menjembatani guru mengembangkan kebiasaan belajar dalam aktivitas mengajarnya. Melalui pengalamannya sebagai pelatih guru selama lebih dari duapuluh tahun serta disertasinya terkait pelatihan prajabatan (in-service training), ia mengemukakan bahwa guru sebagai pemimpin pembelajaran (leader of learning) perlu menggali apa yang dilakukan dan belajar dari apa yang dilakukan. Guru menggali apa yang dialami terus menerus sehingga menjadi dirinya terus mendapatkan pembaruan, guru yang reflektif digambarkan sebagai guru yang terus belajar.

Sementara itu, Bukik Setiawan sebagai dosen Kampus Guru Cikal (KGC) yang juga merupakan salah seorang peneliti PSPK memaparkan konsep kemerdekaan guru dalam pendekatan teori dan praktik baik yang telah dipeloporinya selama lebih dari 5 tahun melalui pelatihan guru di Komunitas Guru Belajar (KGB). Ia mengemukakan bahwa merdeka belajar merupakan salah satu prediktor yang memberikan kontribusi bagi guru untuk meningkatkan performanya. Guru yang merdeka belajar menunjukkan kemampuannya dalam menetapkan tujuan yang bermakna, merancang proses untuk mencapai tujuan tersebut, dan merefleksikannya. Sehingga, guru akan terus memonitor apa yang dikerjakannya, apakah sudah relevan atau belum. Salah kaprah terjadi ketika merdeka belajar diasosiasikan dengan  kebebasan dan melawan aturan.

Melalui berbagai pelatihan yang telah dikembangkannya, Bukik menemukan bahwa merdeka belajar menjadi salah satu kunci dalam pengembangan guru. Dalam pelatihan yang dilakukan KGC, sebagian besar guru menunjukkan inisiatif, hal ini membuktikan bahwa belajar merupakan kebutuhan, sehingga ketika guru sudah menyadari kebutuhannya ia akan berusaha untuk memenuhinya.

Kemudian, Temu Ismail, S. Pd., M. Si. (Kabag Hukum, Tatalaksana, dan Kerjasama GTK) sebagai salah satu narasumber terkait pemangku kebijakan memaparkan kemerdekaan guru dalam perspektif regulasi, di mana revolusi guru pada tahun 2005 melalui undang-undang guru dan dosen menjadi salah satu produk kebijakan yang mengawali berkembangkan regulasi yang berfokus mengatur guru dan sejumlah aspek di dalamnya. Termasuk Permen PAN RB No.16 tahun 2009 tentang jabatan fungsional guru dan angka kreditnya. Sejumlah upaya dilakukan untuk mengatasi hambatan tertentu yang dirasakan guru, seperti beban kerja yang harus dipenuhi oleh guru-guru mata pelajaran dengan jam mengajar sedikit yang membuatnya harus mengajar di beberapa sekolah untuk memenuhi kewajiban jam mengajar. Salah satunya dengan mengupayakan aktivitas intrakurikuler, ekstrakurikuler dan kokurikuler sebagai bagian dari jam kerja.

Selain itu, Anik Susilowati, S.Pd., sebagai salah seorang narasumber yang merupakan guru peserta pelatihan kompetensi sosial & kepribadian menceritakan perubahan yang dirasakan setelah mengikuti pelatihan, di mana sebelum mengikuti pelatihan ia hanya berorientasi pada  nilai siswa yang secara tidak langsung membuat dirinya begitu kaku dalam mengajar. Merdeka belajar membuatnya mampu menyadari bahwa belajar merupakan kebutuhan sehingga siswa akan berinisiatif memenuhi kebutuhannya sendiri. Ia juga mengemukakan pentingnya role model yang mampu membantunya dalam proses berlatih berefleksi, dalam hal ini sosok pelatih guru yang ia temui dirasa sangat membantu, hal ini juga dikemukakan sejumlah guru lain yang menjadi peserta diskusi.

Dalam diskusi, Yahya Umar, Ph. D., sebagai salah seorang peserta perwakilan dari Tim Kualitas Pendidikan Balitbang merefleksikan pertanyaan apakah merdeka belajar bisa menjamin peningkatan performa guru yang juga berkontribusi pada peningkatan kualitas peserta didik. Untuk itu, ia menekankan pentingnya topik pembelajaran yang relevan bagi guru untuk mengembangkan dirinya.

Kemudian, Najelaa Shihab sebagai salah satu pendiri PSPK bahwa  jarang sekali topik guru ini bebas dari kerangka politik, opini, dan atau kepentingan tertentu. Sehingga membuka percakapan yang berfokus pada substansi seperti ini sangat bermanfaat. Regulasi yang esensinya adalah untuk perubahan perilaku, harus dilihat berdasarkan ekosistem pada dasarnya terus berubah.

Diskusi ditutup dengan pesan yang disampaikan moderator bahwa guru yang merdeka akan belajar secara merdeka. Merdeka bukanlah asal-asalan tetapi memiliki tujuan dan impian yang jelas, ada tiga elemen utama:

  1. Tatanan. Merdeka belajar memerlukan tatanan yang didasarkan pada ilmu pengetahuan yang relevan, memberdayakan, menginspirasi, memandirikan, memajukan, dan mencerahkan. Tatanan ini mensyaratkan semua pihak-praktisi, akademisi, birokrasi, masyarakat-untuk terus belajar dan melakukan refleksi secara kritis-konstruktif dan berkelanjutan, agar setiap langkah dan upaya benar-benar membawa kemajuan bangsa Indonesia.
  2. Guru merdeka belajar tidak terjadi secara ujug-ujug. Seperti pembelajar lainnya, guru memerlukan tuntunan dalam proses belajarnya tersebut. Tuntunan ini pun harus didasarkan pada ilmu pengetahuan yang relevan. Diperlukan struktur-struktur dan simpul-simpul formal dan informal agar inspirasi menjadi aksi dan kolaborasi hidup yang dinamis.
  3. Teladan. Guru merdeka belajar memerlukan teladan dan menjadi teladan. Teladan bukanlah dicari tetapi diraih. Teladan bukanlah kesempurnaan melainkan kegigihan untuk berpegang teguh pada impian, tatanan, dan tuntunan berdasarkan pada ilmu pengetahuan dan komitmen menjadi pendidik.

Add a Comment

Your email address will not be published.