Jakarta, 20 Maret 2025 – Kementerian Pendidikan Dasar dan Menengah baru saja merilis Rapor Pendidikan 2025 yang memuat hasil Asesmen Nasional 2024 dan beberapa data pelengkap. PSPK mengapresiasi Pemerintah dan Kemendikdasmen yang tetap berkomitmen untuk melanjutkan kebijakan terkait Rapor Pendidikan dan kebermanfaatannya sebagai media umpan balik penyelenggaraan sistem pendidikan di Indonesia saat ini. PSPK juga melihat publikasi Rapor Pendidikan 2025 oleh Kemendikdasmen sebagai bentuk transparansi pemerintah kepada masyarakat, sekaligus menjadi ajakan kepada masyarakat dan publik untuk turut terlibat dalam berbagai upaya kolektif yang mendorong peningkatan kualitas pendidikan berbasis data secara holistik.
Rapor pendidikan telah digunakan sejak tahun 2022 untuk menyampaikan hasil Asesmen Nasional sebagai mekanisme evaluasi sistem pendidikan secara menyeluruh, termasuk kemampuan literasi dan numerasi anak, kualitas pembelajaran, pemerataan kualitas layanan pendidikan, kualitas pengelolaan satuan pendidikan, dan kualitas sumber daya satuan pendidikan. Hasil Rapor Pendidikan diharapkan dapat memberikan gambaran yang komprehensif terkait kondisi dan kualitas sistem pendidikan di satuan pendidikan, daerah, maupun secara nasional; yang kemudian digunakan sebagai landasan perencanaan kebijakan dan program pendidikan yang lebih efektif dan berbasis kebutuhan/kondisi (asimetris). Agar publik dapat berpartisipasi lebih lanjut dalam melakukan evaluasi sistem pendidikan, PSPK mendorong Kemendikdasmen untuk segera merilis data Rapor Pendidikan 2025 serta data Asesmen Nasional untuk sampel acak satuan pendidikan sebagaimana yang telah dilakukan pada tahun 2024.
PSPK menyoroti empat hal terkait Rapor Pendidikan 2025 yang harapannya dapat menjadi perhatian pemerintah dan publik kedepannya:
Pertama, Rapor Pendidikan yang baru saja dirilis pada tanggal 18 Maret 2025 menunjukkan bahwa secara rata-rata, lebih dari 68.24% (literasi) dan 66.34% (numerasi) anak telah mencapai kemampuan minimum literasi dan numerasi (capaian per jenjang dapat dilihat pada Gambar 1). Hasil ini juga menunjukkan adanya peningkatan capaian dibanding tahun 2023. Kenaikan ini melanjutkan tren positif yang telah berlangsung sejak Asesmen Nasional pertama kali pada 2021. Peningkatan capaian ini tidak lepas dari telah diimplementasikannya kebijakan secara holistik, baik dari segi kurikulum dan muatan pembelajaran yang sederhana namun mendalam, program dan media peningkatan kompetensi guru, pendampingan untuk satuan pendidikan dalam perencanaan kebijakan berbasis hasil capaian tahun sebelumnya, maupun kebijakan lainnya yang relevan.
Meski demikian, kenaikan literasi dan numerasi yang dilaporkan pada Rapor Pendidikan terbaru tidak sebesar kenaikan pada tahun-tahun sebelumnya (lihat Gambar 1). Selain itu, perlu diingat bahwa data literasi dan numerasi yang dilaporkan pada paparan Kemendikdasmen mencerminkan kemampuan minimum. Artinya, masih terdapat sekitar 35% murid yang bahkan belum bisa mencerna isi teks sederhana (sesuai tingkat kelasnya) dan belum bisa menerapkan matematika dasar pada masalah kontekstual yang sederhana. Tren peningkatan literasi dan numerasi perlu terus diupayakan sampai 100% murid di Indonesia memiliki kompetensi minimum yang mereka perlukan untuk belajar sepanjang hayat. Untuk itu PSPK mendorong Kemendikdasmen terus melanjutkan dan memperbaiki kebijakan pendidikan pada periode sebelumnya yang terbukti menghasilkan tren positif dalam perbaikan pembelajaran.
Gambar 1. Proporsi Murid yang mencapai kemampuan minimum Literasi dan Numerasi (%)
Sumber: Hasil Asesmen Nasional (2021-2024)
Kedua, masih adanya kesenjangan capaian literasi dan numerasi antar wilayah di Indonesia. Hasil Rapor Pendidikan 2025 menunjukkan bahwa masih terdapat lebih dari 60% anak yang belum mencapai kemampuan minimum literasi dan numerasi di beberapa wilayah, khususnya di wilayah Indonesia Timur. Capaian ini secara sederhana dapat juga dimaknai dengan masih ada 3 dari 5 anak di banyak wilayah yang belum dapat membaca dan memahami isi teks sederhana dan menyelesaikan permasalahan matematis kontekstual sederhana. Hasil yang sama juga terjadi di beberapa daerah di Sulawesi dan Kalimantan, serta berbagai wilayah kepulauan. Kesenjangan capaian antar wilayah ini terjadi di hampir semua jenjang, yang berarti bahwa masih banyak anak SD, SMP, dan SMA yang kemampuannya belum sesuai dengan jenjang pendidikannya atau anak mengalami learning loss.
Sumber: Hasil Asesmen Nasional 2024, Kemendikdasmen 2025
Kesenjangan capaian yang tidak diatasi dapat berdampak luas pada kesenjangan kesempatan anak untuk berkembang secara optimal di masa depan, termasuk untuk dapat mengakses pendidikan tinggi atau pekerjaan yang lebih baik. Pada akhirnya, kesenjangan ini membatasi kesempatan mobilitas sosial yang akan turut melanggengkan kesenjangan sosial ekonomi di masyarakat.
Proses pendidikan perlu dapat terlibat dalam memperkecil kesenjangan capaian yang terjadi, baik antar wilayah maupun karena faktor lainnya, misalnya faktor sosial ekonomi. Kesenjangan capaian ini perlu ditindaklanjuti melalui pendekatan yang asimetris, sesuai dengan kondisi, kebutuhan, dan konteks masing-masing daerah sehingga akan lebih efektif dalam meningkatkan capaian sekaligus memperkecil kesenjangan capaian. Pendekatan asimetris ini dapat berkaitan dengan pengalokasian anggaran pendidikan, bantuan pendidikan lainnya, sumber daya pendukung pembelajaran, pemerataan distribusi guru, pendampingan dan peningkatan kompetensi guru, dan sebagainya yang relevan. Selain itu, mengoptimalkan penggunaan data hasil evaluasi dalam Rapor Pendidikan sebagai landasan perencanaan kebijakan dan program di tingkat sekolah, daerah, dan nasional dapat menjadi suatu langkah yang efektif dan efisien untuk mengatasi masalah kesenjangan capaian.
Ketiga, hasil Rapor Pendidikan menunjukkan penurunan jumlah satuan pendidikan yang mencapai kategori Baik pada indeks karakter, iklim keamanan, dan iklim kebhinekaan satuan pendidikan. Penurunan jumlah satuan pendidikan yang paling signifikan untuk indeks karakter terjadi pada jenjang SD/Sederajat, menjadi 65.87% pada tahun ini (menurun sebesar 18.46% dari tahun sebelumnya) dan jumlah SMP/Sederajat yang konsisten paling sedikit berada di kategori ini sejak 2022. Sedangkan untuk iklim keamanan dan kebhinekaan, penurunan yang cukup signifikan terjadi di jenjang SMK/MAK yang menjadi 82.54% (iklim keamanan) dan 71.49% (iklim kebhinekaan) pada tahun 2024.
Capaian ini dapat diinterpretasikan dalam beberapa hal.
- Penurunan jumlah satuan pendidikan yang mencapai kategori baik menandakan adanya perubahan paradigma satuan pendidikan mengenai tujuan penyelenggaraan Survei Lingkungan Belajar. Evaluasi ini telah dilihat sebagai alat untuk mendapatkan gambaran yang sebenarnya mengenai kondisi lingkungan belajar anak, apakah aman dan bebas dari kekerasan, menjaga nilai toleransi dan kesetaraan, dan menjunjung tinggi pembentukan karakter anak Indonesia yang berakhlak, bernalar kritis, bergotong royong, berkebhinekaan global, kreatif, dan mandiri. Evaluasi tidak lagi dilihat sebagai proses yang high stakes untuk mengetahui performa satuan pendidikan dan pada akhirnya “menghukum” sekolah jika capaiannya belum baik; atau
- Penurunan jumlah satuan pendidikan ini mengindikasikan adanya perubahan negatif pada kondisi lingkungan satuan pendidikan yang turut melibatkan anak, misalnya terjadinya tindakan kekerasan, intoleransi, atau perilaku lainnya yang tidak sesuai profil karakter anak Indonesia yang hendak dibangun melalui proses pendidikan.
Oleh karena adanya beberapa kemungkinan penyebabnya, pemerintah perlu menindaklanjuti hasil evaluasi ini dengan pendekatan yang juga asimetris dan holistik sesuai dengan kondisi dan konteks masing-masing satuan pendidikan. Dalam hal ini, pelibatan berbagai pihak seperti masyarakat dan orang tua/keluarga menjadi sangat penting karena perkembangan karakter anak juga turut dipengaruhi oleh lingkungan sekitarnya. Selain itu, analisis lebih lanjut juga diperlukan untuk melihat bagaimana keterkaitan capaian literasi dengan capaian survey karakter, untuk juga melihat apakah perkembangan literasi anak turut mempengaruhi persepsinya mengenai kondisi lingkungan satuan pendidikan tempat ia belajar.
Keempat, PSPK menyoroti bahwa Tes Kompetensi Akademik (TKA) sebagai pengganti Ujian Nasional (UN) harus koheren/sejalan dengan kurikulum yang digunakan dan pencapaian indikator yang diukur melalui Asesmen Nasional. Koherensi antara asesmen pendidikan dan kurikulum yang digunakan di sekolah sangat penting untuk mendukung pembelajaran mendalam bagi anak. Selanjutnya, fungsi TKA sebagai instrumen evaluasi kompetensi individu peserta didik berbeda dengan fungsi Asesmen Nasional sebagai instrumen evaluasi sistem pendidikan. Meskipun demikian, desain asesmen TKA harus tetap dirancang agar mencerminkan tujuan pendidikan nasional yang lebih luas, tidak hanya mengukur penguasaan pengetahuan kognitif dalam mata pelajaran tertentu, tetapi juga menilai keterampilan abad ke-21 dari peserta didik. Terakhir, PSPK menekankan bahwa pengukuran TKA harus berbasis kompetensi agar murid tidak sekadar menghafal materi untuk ujian, tetapi benar-benar memahami konsep dan mengembangkan keterampilan berpikir kritis. Dengan demikian, guru dapat tetap fokus pada pembelajaran yang bermakna, menumbuhkan pemahaman yang mendalam, serta memastikan siswa memperoleh keterampilan yang relevan sesuai kurikulum dan capaian pembelajaran. Jangan sampai guru terjebak dalam praktik pengajaran yang hanya bertujuan agar murid lulus tes (teaching to the test).
Sebagai penutup, PSPK melihat peran penting hasil Rapor Pendidikan sebagai feedback loop untuk mengukur perkembangan sistem pendidikan Indonesia secara holistik, sekaligus mengarahkan perencanaan kebijakan pendidikan yang lebih efektif dan berbasis data. Peningkatan capaian literasi dan numerasi menandakan adanya potensi dampak positif dari berbagai kebijakan yang telah diimplementasikan selama ini. Oleh karena itu, PSPK sangat mengharapkan adanya komitmen pemerintah untuk terus melanjutkan perubahan positif ini, disamping melakukan pendekatan asimetris lainnya untuk kemudian dapat memastikan pendidikan bermutu dapat terfasilitasi untuk semua anak Indonesia.
Nisa Felicia, Ph.D
Direktur Eksekutif PSPK
Kontak Media:
Rahmania Adinda Oktavianti
Pusat Studi Pendidikan dan Kebijakan (PSPK)
Telp: +62 822-3460-1072
Email: rahmania@pspk.id
***