Perlukah Kepemimpinan yang Transformatif di Madrasah?

Kata kunci: Madrasah Swasta, Kepala Madrasah, Kepemimpinan Transformasional

Kompleksitas dan keunikan yang dimiliki oleh setiap institusi pendidikan menuntut kehadiran seorang pemimpin dalam mewujudkan tujuan bersama yang luhur. Perlu digarisbawahi dalam institusi pendidikan, terjadi proses interaksi yang melibatkan berbagai pihak seperti antara kepala sekolah/madrasah, guru, tenaga pendidik, hingga murid. Seluruh interaksi yang berlangsung dipengaruhi oleh fungsi manajerial serta sikap kepemimpinan. Tak terkecuali dengan madrasah sebagai suatu lembaga pendidikan yang dalam pengertian dinamis perlu tanggap terhadap perkembangan ilmu dan teknologi, sehingga membutuhkan kepemimpinan yang adaptif, mampu menjawab tantangan, dan mempunyai sorotan visi terhadap masa depan. Tidak dapat dipungkiri bahwa keberadaan serta karakteristik khas madrasah di Indonesia masih menjadi tumpuan harapan bagi sebagian kalangan, khususnya yang merasakan perubahan pola hidup serta kultur di tengah derasnya arus globalisasi.

Lantas, kepemimpinan seperti apa yang dibutuhkan oleh ekosistem madrasah? Pertanyaan tersebut menjadi sorotan pemikiran yang saya anggap penting. Pertama, puluhan ribu peneliti di seluruh dunia telah memberikan kontribusi terhadap khazanah pengetahuan tentang pentingnya kepemimpinan dalam berbagai sektor. Kedua, terdapat berbagai jenis rekomendasi tipe kepemimpinan yang direkomendasikan oleh para peneliti untuk disesuaikan dengan kebutuhan organisasi. Kedua hal tersebut menjadi titik terang untuk melihat bagaimana seharusnya Kepala Madrasah menerapkan gaya kepemimpinan. Kepemimpinan adalah tentang kemampuan seseorang untuk mendorong orang lain untuk berpartisipasi aktif, menjadi jembatan untuk pencapaian tujuan melalui komunikasi positif yang ditandai oleh unsur kepercayaan & keyakinan, serta mampu menunaikan misi berdasarkan keputusan kolektif bersama (Raducan, 2014).

Artikel ini merupakan refleksi penulis setelah melakukan penelitian kualitatif yang mengandalkan wawancara mendalam (in-depth interview) kepada dua partisipan yaitu Kepala Madrasah Swasta beserta elemen pendukung lainnya berupa para guru

Kebutuhan Pemimpin yang Transformasional

Dari kedua Madrasah Swasta yang saya teliti terdapat perbedaan karakteristik urgensi. Misalnya madrasah yang pertama (X) berbasis infaq dalam penyelenggaraan operasional, sedangkan madrasah yang kedua (Y) sudah menerapkan pola manajerial yang terstandarisasi. Kendati demikian, tidak semua madrasah mengalami isu yang serupa. Namun, tetap dibutuhkan seorang pemimpin sebagai agen perubahan di garda terdepan untuk menciptakan ekosistem pendidikan yang berdaya. Dengan demikian, sudut pandang kepemimpinan yang akan ditekankan bersifat transformatif. Istilah transformasional berasal dari kata to transform, yang bermakna mengubah keadaan menjadi lebih berdaya (Shalahuddin, S., 2015).

Dalam kata lain, pemimpin yang transformasional adalah individu dengan spirit inovator di mana ia mampu membangun kesadaran yang memacu pertumbuhan melalui arahan & motivasi yang inspirasional. Mengacu kepada kondisi madrasah yang erat berhubungan dengan kualitas mutu pembelajaran serta lulusan, madrasah membutuhkan seorang pemimpin yang transformatif sebab secara tidak langsung memberikan dampak pada keberhasilan implementasi program (Nurdiansyah et al, 2021). Fakta lainnya adalah dengan dominasi 91% madrasah yang berasal dari yayasan/lembaga swasta (Saparudin, 2017) masih banyak ‘pekerjaan rumah’ yang perlu disegerakan dalam upaya perbaikan maupun peningkatan kualitas. Misalnya, keterbatasan pengalaman manajerial, fasilitas yang terbatas, kompensasi yang di bawah standar, hingga peningkatan mutu kurikulum pendidikan.

Karakteristik Unggulan Pemimpin Transformasional

Secara perkembangan teori, pemimpin transformatif memiliki beberapa karakteristik yang ditunjukkan. Pertama, individu tersebut mampu mengidentifikasi visi dan misi organisasi serta mengartikulasikannya dalam aksi yang jelas dan nyata. Kedua, individu mampu memperlihatkan sikap yang dapat dijadikan acuan bersama. Ketiga, individu memperlihatkan keterbukaan untuk mencapai tujuan bersama yang selaras dengan visi dan misi organisasi. Keempat, dalam proses memimpin selalu menekankan pada peningkatan performa melalui stimulus pengetahuan serta dukungan emosional kepada anggota kelompok. Jika kita perhatikan, keempat ciri tersebut seperti sebuah ‘pekerjaan wajib’ yang dilakukan oleh seorang pemimpin. Dalam praktik nyata, kepemimpinan memang selalu tentang hubungan dua arah yang melibatkan dukungan seluruh elemen terkait. Selain itu, kepemimpinan transformasional selalu melibatkan individu yang mengenal dengan baik historis serta kebutuhan organisasi.

  1. Jam Terbang di Lapangan

Mengambil contoh di lapangan yang saya temui, kedua Kepala Madrasah sudah memiliki ‘jam terbang’ yang ideal dan mumpuni. Keduanya sudah mendekati satu dekade berproses bersama organisasi yang menaungi madrasah. Dalam kata lain, keempat karakteristik tersebut adalah buah dari pengalaman harian yang pada akhirnya membentuk sifat kepemimpinan seseorang. Alhasil, dari kasus di lapangan yang saya temui kedua Kepala Madrasah tersebut memahami dengan jernih bagaimana visi dan nilai organisasi yang perlu dilanjutkan. Selain itu, mereka memahami misi yang perlu dilakukan untuk mendukung visi madrasah yang diharapkan.  Menyikapi keadaan Madrasah Swasta yang memiliki keunikan dan dinamika khas tersendiri membuat saya memahami bahwa seorang Kepala Madrasah perlu memiliki sudut pandang inovatif. Maka dari itu, kebaruan yang ada di dalam madrasah tidak selalu dipandang dari sisi ‘kekurangan’, tetapi juga memaksimalkan ‘kelebihan’. Seperti kedua Kepala Madrasah (KM) yang memberi penekanan pada keunggulan Ilmu Agama Islam yang terintegrasi ke dalam kurikulum hingga budaya organisasi. Terlebih, hal ini menjadi potensi memadai ketika aspek spiritualitas dimunculkan dan diajarkan sejak dini sebagai wujud hidup yang beradab.

  1. Keluar dari Zona Aman & Nyaman

Perlu digarisbawahi bahwa untuk menciptakan ekosistem madrasah yang memberdayakan, pemimpin perlu bergerak aktif menyuarakan aspek unggulan ini dengan strategi yang mumpuni. Selain itu, keunggulan yang sudah ada dari konsep madrasah ini bukanlah status quo, sehingga mengabaikan peningkatan keterampilan pendidik. Terdapat dua opini yang saya refleksikan dari hasil penelitian ini. Pertama, mengajarkan ilmu yang terikat dengan aspek agama bukan hanya tentang ritual ibadah semata. Setidaknya, perlu ada pemahaman yang lebih tinggi untuk menghayati agama sebagai pedoman kehidupan yang bermakna. Kedua, saya memperkirakan untuk mengajarkan poin pertama membutuhkan keterampilan mendidik yang kreatif serta mentalitas pendidik yang matang. Oleh karena itu, kemampuan seorang pemimpin untuk mendukung, mempengaruhi, serta menginspirasi para pendidik tidak bisa hanya sekedar jadi wacana yang berhenti di atas meja rapat. Selain itu, budaya organisasi pembelajar dan mendukung perubahan selalu tercermin dalam aktivitas keseharian. Hal ini tidak dapat berjalan tanpa adanya keterbukaan untuk mendengarkan aspirasi serta memberikan stimulus intelektual kepada seluruh pihak di madrasah. Seperti yang tersampaikan oleh salah satu narasumber Kepala Madrasah bahwa,

“Bagaimana kita ingin menghantarkan tujuan kalau kita tidak mendengar apa yang sedang terjadi dan sedang dikeluhkan oleh guru-guru”

  1. Mengomunikasikan Narasi Perubahan

Tidak mudah memang menjadi seorang pemimpin yang mampu mengkomunikasikan visi dengan asertif. Hal ini menjadi kendala tersendiri di lingkungan madrasah yang saya jumpai. Bagaimana seorang Kepala Madrasah mampu menciptakan visualisasi perubahan di masa depan dan membangun rencana bagi organisasi untuk memenuhi tantangan-tantangan yang dihadapi? Beratnya jam mengajar guru dan tuntutan administrasi Kepala Madrasah seringkali menjadi hambatan dalam penyatuan tujuan. Dampaknya, hal tersebut belum menjadi prioritas utama bagi Madrasah Swasta khususnya yang masih mengandalkan infaq sebagai sumber pemasukan. Seperti yang tersampaikan pula oleh narasumber yang lainnya dalam wawancara yaitu, “Jadi Kepala Madrasah itu ekstra, perlu memperhatikan banyak hal bahkan kepada hal yang di luar urusan sekolah”. Dengan demikian, ini semakin menguatkan pemahaman bahwa Kepala Madrasah adalah mereka yang tidak kenal lelah, konsisten, dan gigih, dan terus menyampaikan pesan inti dari waktu ke waktu.

Dukungan bagi Kepala Madrasah

Hingga proses menulis di tahap ini membuat saya melakukan refleksi bahwa kepemimpinan bukan tentang kebutuhan pemimpin — ini tentang kebutuhan orang-orang dan organisasi tempat mereka bekerja. Dalam konteks Madrasah Swasta, perubahan tidak selalu berkaitan dengan hal besar. Namun, dapat diartikan pula sebagai kesempatan mencapai tujuan baru dan menggantikan cara lama untuk meningkatkan kualitas tertentu. Dampaknya, pemimpin tidak mampu bergerak sendiri sebagai pelopor perubahan dan kebaruan. Perlu ada dukungan yang tulus dari orang-orang sekitar pemimpin, dalam hal ini seluruh pihak elemen pendidikan yang terlibat. Misalnya, para guru yang bersikap kooperatif dengan sebuah ide dan kesempatan belajar. Kemudian tenaga pendidik yang mendukung keberlangsungan administratif dengan tepat, hingga orang tua murid yang terbuka berdiskusi dengan guru maupun Kepala Madrasah. Hal-hal tersebut saya jumpai di Madrasah Swasta (Y). Kendati demikian, terbentuknya lingkaran transformatif diawali oleh inisiasi Kepala Madrasah yang berkenan untuk menyediakan dukungan individual bagi mereka yang membutuhkan.

Perlu digarisbawahi, kondisi ideal seperti yang dipaparkan sebelumnya bukan menandakan bahwa Kepala Madrasah dari Madrasah (Y) lebih baik dibandingkan Madrasah (X). Kombinasi tipe kepemimpinan berhak dilakukan selama selaras dengan kebutuhan di lapangan. Seperti Madrasah (X) yang condong memperlihatkan gabungan kepemimpinan transformasional dan autocratic. Hal ini seperti yang dipaparkan oleh Kepala Madrasah yang bersangkutan bahwasanya dampak tidak langsung dari sekolah berbasis infaq adalah kurangnya standarisasi keterampilan tenaga pendidik dan nonpendidik. Hal tersebut menyebabkan beberapa skenario prosedural disampaikan dengan mutlak tanpa perlu menstimulasi pemikiran individu. Sebut saja, tata cara administrasi RPP (Rencana Pelaksanaan Pembelajaran) bagi guru dengan latar belakang bukan keguruan yang sudah ditentukan oleh Kepala Madrasah. Terlihat plus dan minus, bukan? 

Tidak ada yang sempurna di dunia ini, termasuk gaya kepemimpinan. Fleksibilitas memang dibutuhkan untuk memandu perjalanan sebuah organisasi. Untuk mencapai taraf kebijaksanaan dalam memimpin khususnya di sektor pendidikan diperlukan ruang belajar yang memadai. Dukungan tersebut akan semakin tercipta ketika para Kepala Madrasah diberikan pelatihan yang cukup sepanjang karier mereka oleh pemerintah. Kemudian, ruang diskusi terbuka antar Kepala Madrasah dapat semakin meringankan beban di pundak dan riuhnya pertanyaan di benak. Lebih lanjut, para Kepala Madrasah juga perlu selalu mengambil inisiatif dan langkah lebar agar mutu pendidikan tetap terjaga. Syukur-syukur, semakin ditingkatkan. Karena tidak akan mungkin lembaga pendidikan yang tidak berkualitas akan muncul lulusan yang sebaliknya.

Menutup artikel opini ini, saya menjadi teringat pernyataan dari salah satu Kepala Madrasah yang saya wawancarai. Kurang lebih seperti ini pesan yang disampaikan olehnya.

“Bagaimana mau menciptakan guru-guru yang baik, kalau saya tidak memberi contoh yang baik serta mengingat kembali misi utama pendidikan ini. Sebab, segala sesuatu kelak akan diminta pertanggung jawabannya sekecil apapun itu”

Referensi:

Raducan, R. & Raducan, R. (2014). Communication Styles of Leadership Tools. Procedia – Social and Behavioral Science, 149, 813–818.

Saparudin. (2017). ideologi Keagamaan dalam Pendidikan: Diseminasi dan Kontestasi pada Madrasah dan Sekolah Islam di Lombok. Tangsel. Onglam Books.

Shalahuddin, S. (2015). KARAKTERISTIK KEPEMIMPINAN TRANSFORMASIONAL. Nurdiansyah, N. M., Arief, A., Kahfi, A., & Hudriyah, H. (2021). Transformational Leadership in The Development of A Quality Culture Of Madrasah (Research Problems at MTs and MA Pondok Pesantren Rafah Bogor). Edukasi Islami: Jurnal Pendidikan Islam, 10(02).

Tentang Penulis

Farhanah Fitria Mustari adalah salah satu Research Fellow PSPK Batch 1 yang terlibat mengkaji topik peningkatan kualitas Madrasah Swasta. Selain terlibat aktif di PSPK, Farhanah juga berperan sebagai Ketua Yayasan Teman Saling Berbagi (@ytsb_official). Yaitu, lembaga non-profit yang berkomitmen untuk mendukung remaja di panti asuhan menjadi versi paling terbaik dari diri mereka.

Farhanah senang sekali bertukar pikiran dan saling berbagi pengalaman melalui media sosial berikut ini:

Instagram – @farhanahfitria.ytsb
LinkedIn   – Farhanah Fitria Mustari