Kilas edisi ke-11 ini mengangkat tiga tulisan. Tulisan pertama mengajak para pembaca melakukan perenungan ke dalam untuk memahami hakikat pendidikan dengan melihat realitas semakin tingginya angka tawuran, bullying, korban tayangan pergaulan seks bebas pada siswa Indonesia. Perenungan ini perlu rutin dilakukan semua pendidik dan penyelenggara pendidikan untuk selalu melakukan back to azimuth, yaitu istilah dalam dunia navigasi untuk kembali ke titik nol ketika kita merasa sudah terlalu jauh melenceng dari arah sesungguhnya yang ingin kita tuju. Berada di titik nol memahami hakikat pendidikan akan mendorong terjadinya keseimbangan melakukan refleksi untuk melihat apa yang sudah terjadi sebagai bahan introspeksi mengembalikan ruh pendidikan dan proyeksi ke masa depan untuk mempersiapkan keterampilan survival skills pada anak Indonesia. Kerja besar mengantarkan masa depan generasi penerus bangsa bukan hanya menjadi urusan sekolah atau pemerintah saja, melainkan sangat memerlukan kolaborasi yang berkesinambungan sebagai tanggung jawab bersama mulai dari lingkungan keluarga hingga masyarakat.
Tulisan kedua menganalisis sejauh mana dampak dari implementasi asesmen pendidikan yang berlangsung di sekolah karena seringkali menerapkan asesmen tanpa tahu tujuan dan jenis asesmen akan melanggengkan arah tujuan pendidikan terus-menerus menjadi keliru. Reformasi seputar ekosistem asesmen di berbagai negara mulai menunjukkan perubahan berarti dari awalnya fokus pada model tes yang buruk menjadi beralih pada model-model tes yang telah didukung oleh riset. Berbagai negara telah mulai meminimalkan penggunaan high-stake tests serta mendorong sekolah dan guru untuk lebih memanfaatkan berbagai model tes formatif yang lebih ramah dan bermakna yang selama ini terabaikan. Untuk lebih mendorong reformasi dan perbaikan asesmen di sekolah, paparan ini juga memberikan tawaran sejumlah langkah yang dapat dilakukan oleh sekolah, pemerintah daerah dan juga pemerintah pusat.
Tulisan ketiga menganalisis perkembangan cara mengajar jarak jauh dengan memanfaatkan teknologi yang sudah memasuki dunia pesantren, khususnya lembaga pendidikan Diniyah dan pondok pesantren. Terdapat polemik sudut pandang pemanfaatan dan dampak dari teknologi antara generasi konvensional dan generasi milineal. Gap ini ditelaah dengan bagaimana memberikan skil mempersiapkan keterampilan abad 21 kepada para pengajar pesantren, yang salah satunya dengan menerapkan penilaian autentik yang bisa memacu kreativitas santri di lembaga-lembaga pendidikan yang diselenggarakan oleh pesantren. Kreasi dan inovasi dalam memajukan dunia pendidikan Diniyah perlu terus dikembangkan melalui riset pendidikan sehingga dapat dihasilkan berbagai model baru manajemen pendidikan yang sesuai dengan kebutuhan pendidikan abad 21.